Mencintai atau dicintai ?
Maknanya menjadi berbeda. Sama-sama muasal cinta,hanya ada bagian lebih besar
antara pihak yang memberi dan pihak yang menerima. Kerap kali dua kata
itu menjadi esensi pertanyaan dalam logika rasa, yang belum berani
kujawab. Hingga suatu saat kaupun bertanya, mana yang lebih aku sukai
diantara keduanya ?
Mencintai atau dicintai ?
Harus kujawab apa ?
Bahasaku hanyalah air mata untuk narasikan indahnya fatamorgana cinta….
Syairku hanyalah tentang luka pilunya duka yang menyerah dikepung kerapuhan akut !
Puisiku hanyalah rima-rima tiada bernada, sepi melukai sunyi hingga arti cinta mati dikekang kelam malam yang buta…
Berbekal alam bawah sadar yang ditanam waktu hingga mengendap, melarut, melukai makna keindahan mencintai,
apakah masih berani aku mencintai ?
Ketika gerimis rapuh mulai basah kemudian kering dilenakan hembusan angin,
lembut sekali…. cukup banyak menelan milyaran satuan waktu, pelan-pelan
membunuh kehidupan nyawa rindu di hati,
apakah masih berani aku mencintai ?
ketika yang kutahu aku hanyalah dzarrah yang kau indrai…
matamu buta akan eksistensiku di depan pelupuknya,
daun telingamu tuli dari mendengar nada-nada yang kusuarakan indah, hingga
merdunya intonasi, hanya fikiranku saja yang memahami sepenuhnya,
hatimu memerintahkan seluruh pasukan sel-sel tubuhnmu, ikut pula partisipasi
otak, sepasang tanganmu, sepasang kakimu, lengkap dengan jari-jarimu
bersinergi menjauhiku…
apa mungkin aku akan dicintai ?
musik jiwaku tiada mudah didengar, bahkan ada cacat dalam nadanya yang terkadang akupun tiada mampu mengaransemennya,
ada setan dalam diriku yang membunuh kharisma kecantikanku melalui kehidupan permaisuri nafsu yang termahkotai …
apa yang terindra pada ku tiada mampu penuhi dahaga kehausanmu akan arti kecantikan,
apakah mungkin aku akan dicintai ?
Sungguh aku tiada berani mencintai, dan aku ragu akan dicintai…
Bagaimana aku menjawab pertanyaan itu ?
Namun waktu dalam prosesnya membawaku kepada apa aku berani mencintai dan tiada keraguan akupun akan dicintainya…
Tuhanku...
Aku menemukanNYA dlm kerapuhan yg tlah menenggelamkanku, Dia yg memberi
nyawa pd detak detik waktuku, Dia hembuskan nafas kehidupan utk hati yg
tertikam dalam sekali, melalui fatamorgana cinta picisan yg belakangan
baru aku sadari betapa bodohnya kemampuan logikaku, Dia yg membantuku
mengubur semua luka tanpa nisan bersama guliran waktu pelan-pelan
melupakan alamat pemakamannya...
Tuhanku…
Aku
mengetuk pintuNya pelan dengan gerimis air mata yang basah dalam peluh
penuh keluh, meminangNya, menjamuNya dengan jamuan ala kadarnya dalam
kesederhanaan cintaku padaNya, membawaNya masuk ke dalam reotnya gubuk
rumah hatiku, dan Dia pun menyambut cintaku….
Melalui nikmat
kesehatan pada ragaku, jiwaku, dipupukinya nuraniku dengan cinta yang
berusaha aku maknai sejatinya rasa yang senantiasa mesti terpelihara
kesuburannya…
Melalui nikmat penghambaan ku yang lemah, melalui
penyerahan ku pada apapun yang merapuhiku, melalui ayat-ayatNya yang
selalu menerangi kelam hitam hatiku, dalam sempitnya hatiku pelan Dia
renovasi bentuknya hingga meluas tempatNya di dalam…
Diapun menyambut cintaku…
Tuhanku…
Melalui kelembutan yang dihembuskanNya dalam kalam-kalam cintaNya, aku berani
mencintaiNya… Dia membantuku membaca, menulis, melihat, mendengar,
mencium, merasakan,menyentuh,memahami, berfikir, belajar, bernyanyi,
berpuisi, berlari, berjalan, dan Dia ada dalam setiap gerakku, menjadi
setir kemudi perjalanan waktu dimana aku hidup …
Tuhanku…
Dengan semua cinta yang diterimaNya dari seluruh pecinta di jagat dunia ini
tiada membuatnya bertambah Besar sedikitpun karena sifatNya yang memang
sudah Besar dan membesarkan hati pecintaNya…
Dengan semua cinta
yang diberikanNya pada yang lalai, pada yang melupakanNya, pada yang
menduakanNya, pada yang mendustaiNya, pada yang membenciNya bahkan, Dia
tetap besar, tiada mengurangi KebesaranNya sedikitpun bila seluruh isi
bumi tiada bertasbih menyebut cintaNya, tiada bersyukur akan ketulusan
cintaNya …
Dia Maha Besar …
Tuhanku…
Sejatinya cinta hendaknya berlabuh pada panjang sajadah yang terbentang,
menikmati rintik demi rintik gerimis air mata buah dari kecintaan
terhadap CintaNya… namun manusiawi hati, nomaden berpindah, bolak balik
tiada stabil, melupakanNya kemudian mencariNya, berpaling kemudian
kembali dengan linangan sesal yang terus diulang … tetapi Dia tiada
pernah menutup pintuNya untuk Kami yang sungguh-sungguh mengetuk…
Tuhanku…
Aku berani mencintaiNya, karena sifatNya Yang Maha Rahman dan Maha Rahiim…
tiada akan sia-sia cinta yang kulabuhkan padaNya, tiada dilukaiNya makna cintaku, tiada kecewa cintaku dibuatNya, melalui KekuasaanNya
dimudahkanNya urusanku, melalui kelembutanNya dilunakkanNya jemariku
mengetik, menuliskan semua ini untuk berbagi kepada para pecinta yang
dimuliakanNya dengan cinta kepadaNya, juga berbagi dengan para pecinta
yang tersesat dalam fatamorgana fiksi cinta duniawi… entah jua aku
berada dalam kelompok pecinta yang mana … namun aku ingin belajar
mencintaiNya dengan minimnya ilmu mencintai yang aku miliki…
Tuhanku…
Bimbing aku mencintaiMu, dengan agungnya cintaMu tiada kuragukan cintaMu…
Amin.
Pelan berbisik suara hatiku, aku sudah tahu jawabannya, aku lebih menyukai
mencintaiNya sekalipun aku tiada dicintaiNya… namun itu adalah hal
mustahil, karena sempurnaNya tiada akan menyia-nyiakan hamba yang
mencintaiNya…
Subhanallah…
tribute to writer academy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
message